Rabu, 10 September 2008

Puluhan Hektare Areal Hutan Jati Terbakar

Kebakaran hutan pasir putih di Situbondo, Jatim.

10/09/2008 15:03 - Kebakaran Hutan
Puluhan Hektare Areal Hutan Jati Terbakar

Liputan6.com, Situbondi: Kebakaran hebat melanda puluhan hektare hutan pasir putih di Situbondo, Jawa Timur, Rabu (10/9) siang. Api dengan mudah menjalar karena kondisi hutan yang kering akibat kemarau.

Pemadaman kebakaran di hutan jati ini tidak dapat segera dilakukan karena keterbatasan alat. Petugas Perhutani hanya mengandalkan ranting pohon untuk menjinakkan kobaran api.

Menurut petugas, kebakaran terjadi akibat ulah orang yang tidak bertanggung jawab yang membakar sampah di sekitar areal hutan yang berada tidak jauh dari jalan raya.(JUM/Agus Ainul Yaqin dan Taufiqurahman)

Senin, 08 September 2008

Keajaiban: Pohon Nangka Berbuah Tanpa Kulit

Ada Nangka Berbuah Tanpa Kulit
Keunikan pohon nangka berbuah tanpa kulit atau Naked Jackfruit bisa disaksikan di Taman Wisata Mekarsari, Bogor, Senin (8/9). Buah nangka tanpa kulit ini kemungkinan besar disebabkan akibat mutasi indukan awal.
Senin, 8 September 2008 | 16:09 WIB

BOGOR, SENIN — Anda mungkin tidak percaya saat mendengar pohon nangka berbuah tanpa kulit. Namun, boleh percaya atau tidak, di Taman Wisata Mekarsari salah satu pohon nangka berbuah demikian.

Pohon yang merupakan varietas Artocarpus heterophyllus ini adalah satu dari sepuluh tanaman andalan Taman Wisata Mekarsari yang disebut The Ten Most Amazing Trees dan biasa disebut Naked Jackfruit.

Keunikan buah nangka ini, menurut Kepala Bagian Kebun Produksi dan Penelitian Taman Wisata Mekarsari AF Margianasari, baru terlihat setelah usia buah di atas delapan minggu. "Pada usia hingga empat minggu bentuk buah masih normal seperti buah nngka pada umumnya. Baru setelah delapan minggu, buah mulai pecah dan besar keluar dari daminya," ujar Mergianasari yang akrab dipanggil Riris.

Naked Jackfruit ini sepintas juga terlihat menyerupai buah pisang yang menempel pada buah nangka. Margianasari mengungkapkan, keunikan yang terjadi pada buah pohon tersebut diperkirkan akibat mutasi indukan awal.

"Kemungkinan besar akibat mutasi yang terjadi pada indukan awal atau perubahan sel yang tampak dari fisik buah. Mutasi bisa disebabkan oleh stres tanaman, hama penyakit, virus, dan kondisi alam," tegasnya.

Lima buah pohon nangka tersebut merupakan buah yang pertama kali setelah selama 3,5 tahun pohon tersebut dikembangkan di Taman Wisata Mekarsari. Kelima-limanya memiliki kesamaan bentuk atau berbuah tanpa kulit. "Kemungkinan pada bulan ini buah pohon nangka ini sudah bisa dipanen. Ini adalah panen perdana," ujar Catherina W Day, Humas Taman Wisata Mekarsari.

Penemuan Naked Jackfruit ini, menurut Margianasari, berasal dari pohon nangka yang dipelihara oleh H Ikhsan, warga Rawa Bogel, Bekasi Utara. Dari informasi pemiliknya, pihak Mekarsari pada tahun 2004 memperbanyak pohon nangka milik H Ikhsan tersebut dengan metode sambung susu.

Saat ini Taman Wisata Mekarsari telah mengembangkan pohon unik tersebut. "Kurang lebih kami memiliki sekitar 200 bibit pohon nangka hasil perbanyakan. Biasanya yang ingin memiliki bibitnya adalah kolektor tanaman," katanya. Tertarik ingin melihat? Buktikan sendiri di Taman Wisata Mekarsari.


Kristianto Purnomo

Sabtu, 31 Mei 2008

Kawanan Beruang Satroni Rumah Karyawan Perkebunan Teh

Kawanan Beruang Satroni Rumah Karyawan Perkebunan Teh
Sabtu, 31 May 2008 | 21:40 WIB

TEMPO Interaktif, Padang:


Aksi dua ekor beruang hutan setinggi satu meter membuat heboh warga perumahan karyawan PT Perkebunan Nusantara VI Kebun Danau Kembar di Kayu Jao, Kabupaten Solok. Kedua beruang berbulu hitam dengan moncong putih itu menyatroni sejumlah rumah. Mereka masuk ke dapur, menjarah makanan, minum susu, memakan gula dan mengobrak-abrik isi dapur.

Sugiono, karyawan pabrik PT Perkebunan Nusantara VI menceritakan, seekor di antara beruang masuk ke dapurnya pada Jumat (30/5) sore.
"Awalnya saya dan istri mendengar ada suara benda jatuh di dapur, dikira kucing, saat dilihat Rita istri saya, dia langsung menjerit, karena ternyata seekor beruang sedang menjatuhkan kompor gas dan menggulingkan tabung gas," katanya kepada Tempo, Sabtu (31/5).

Beruang itu juga memakan apa saja yang ada di dapur seperti gula aren, minyak goreng, tepung beras, membuka kaleng susu dengan cakarnya dan menjilatnya sampai habis.
Karena istrinya menjerit, tetangga pun berdatangan dan mengusir beruang. Hewan yang dilindungi itu lari ke jurang di belakang rumah Sugiono dengan menjebol atap seng.
"Seminggu ini kami sering melihat dua ekor beruang di jurang, ada juga yang mengatakan telah melihat empat ekor beruang," kata Sugiono.

Sehari sebelumnya, seekor beruang juga masuk ke dapur dua tetangga Sugiono yang letaknya berjauhan.
"Di tempat teman saya beruang itu memakan telur, kopi, nasi, dan menjebol periuk dengan cakarnya serta makan gulai ikan," katanya.

Sugiono mengatakan manajer PT Perkebunan Nusantara VI sudah melaporkan teror beruang itu kepada polisi kehutanan, namun belum ada tindakan.
"Kami amat resah, karena takut kalau jatuh korban, itu kan binatang buas, sebaiknya memang ditangani polisi hutan karena beruang kan binatang yang dilindung," katanya.
Ia menduga habitat beruang itu terganggu oleh penambangan emas yang dilakukan masyarakat secara ilegal di tengah hutan tak jauh dari perkebunan teh.

"Ada masyarakat kampung sebelah cerita, seminggu yang lalu penambang emas di tengah hutan itu juga diganggu, makanan mereka diambil beruang, kemungkinan habitat beruang ini terganggu dengan kehadiran penambang emas yang menggunakan air raksa," kata Sugiono.

Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya (BKSDA) Sumatera Barat, Indra Arinal yang dihubungi melalui telepon genggamnya, Sabtu (31/5) pukul 19.30 WIB mengatakan, telah mengirim 3 orang petugas KSDA ke lokasi untuk menghalau beruang tersebut kembali ke hutan.
"Sudah berangkat sejak kemarin, langkah pertama kita usahakan menghalau, kalau tidak bisa akan dipindahkan ke tempat lain, dan kita sudah siapkan perangkap serta senjata bius, karena beruang ini termasuk hewan yang dilindungi," kata Indra.

Febrianti/Tempo Newsroom

Jumat, 21 Maret 2008

Sistim irigasi Subak perlu dikembangkan ke seluruh Indonesia

22/03/08 10:59

"Subak" di Bali Tetap Eksis



Denpasar (ANTARA News) - Subak, organisasi pengairan tradisional dalam bidang pertanian di Bali mampu beradaptasi dengan teknologi modern dan kehadirannya tetap eksis hingga sekarang.

Organisasi bidang pengairan yang diwarisi secara turun-temurun sejak sepuluh abad silam itu sangat berperan dalam memberikan pelayanan kepada petani yang menjadi anggotanya, kata Dr Ir I Wayan Windia, dosen jurusan sosial ekonomi pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana di Denpasar, Sabtu.

Ia mengakui, subak dengan berbagai kendala dan kelemahan telah mampu memerankan sebagai suatu sistem irigasi yang berwatak sosiol budaya secara berkesinambungan.

Namun dalam perkembangannya, kini subak menghadapi banyak tantangan, dan mengalami proses marjinalisasi, termasuk semakin tersisihkannya sektor pertanian.

Perkembangan subak di Bali pada tahun 600 telah diketahui adanya kebudayaan pertanian lahan kering (parlak) dan lahan basah/sawah (huma).

Sedangkan tahun 1072 telah ada subak sesuai hasil penelitian Goris pada (1954). Sistem pertanian lahan basah (sawah) sudah ada sebelum abad ke-11.

Subak merupakan lembaga yang mengatur air ke sawah-sawah untuk pertanian, sistem irigasi yang baik, sangat efektif untuk memungut pajak tanah.

Windia menambahkan, subak dalam perkembangannya, semasa Bali dalam naungan Kerajaan Majapahit, tahun 1343, diangkat petugas "sedahan" yang mengkoordinasikan beberapa subak dalam satu wilayah sumber air.

Bagi lahan basah disebut Sedahan Yeh (Sedahan Tembuku atau Sedahan Tukad). Sedangkan untuk lahan kering disebut Sedahan Tegal atau Sedahan Abian. Pada tingkat daerah (wilayah kerajaan) para sedahan dikoordinasikan oleh Sedahan Agung.

Subak memiliki berbagai kearifan (kecerdasan) lokal yang telah diwarisi masyarakat pendukungnya secara turun-temurun.

Kearifan lokal tersebut antara lain memiliki sifat dasar sosio-kultural maupun sosio-religius yang unik dan unggul.

Kearifan lokal dengan berbagai kecerdasan pada organisasi subak merupakan bagian dari kebudayaan. Kearifan lokal dalam organisasi subak berbasis konsepsi Tri Hita Karana dan mendapat apresiasi unirversal terkait dengan kandungan filosofi kosmos, theos, antropos, dan logos, yakni hubungan yang serasi dan harmonis sesama umat manusia, lingkungan dan Tuhan yang Maha Esa.

"Esensi kearifan lokal adalah komitmen yang tinggi terhadap kelestarian alam, rasa religiusitas, subyektivikasi manusia dan konstruksi penalaran yang berempati pada persembahan, harmoni, kebersamaan, dan keseimbangan untuk `jagadhita` (alam raya) berkelanjutan," ujar Wayan Windia.
(*)

COPYRIGHT © 2008

Kamis, 20 Maret 2008

Bantul dan Purbalingga adalah contoh Pemda pro petani

Bantul dan Purbalingga Berupaya Lindungi Petani
Pemkab Bantul Sediakan Dana Rp 3,5 Miliar
Rabu, 19 Maret 2008 | 00:22 WIB

Bantul, Kompas - Hingga saat ini baru Pemerintah Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Pemerintah Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah, yang memiliki kebijakan nyata untuk membela petani.

Kedua kabupaten itu berani membeli komoditas pertanian hasil petani setempat dengan harga pembelian pemerintah (HPP) yang melindungi petani.

Saat ini ketika harga gabah di pasaran turun hingga Rp 1.750 per kg, Pemkab Bantul siap memborong gabah seharga Rp 2.000 per kg sesuai dengan HPP.

Sementara itu, Pemkab Purbalingga melalui Perusahaan Daerah Pusat Pengolahan Hasil Pertanian Utama (Perusda Puspahastama) telah membeli 200 ton gabah petani dan akan kembali ”menyerap” 1.800 ton gabah milik petani Purbalingga.

Direktur Perusda Puspahastama Wachdiono, Selasa (18/3), mengatakan, belum seluruh gabah panen petani diserap karena panen padi di Purbalingga tidak serentak. ”200 ton gabah itu diserap dari enam kelompok tani dari 300 kelompok tani yang ada di Purbalingga. Ini baru sebagian,” kata Wachdiono.

Menurut dia, pihaknya tak hanya menyerap gabah dari kelompok tani, tetapi juga dari pengepul maupun pedagang gabah. Hanya, HPP Rp 2.000 per kg hanya diterapkan bagi gabah milik kelompok tani. Terhadap gabah milik pedagang, digunakan harga pasaran, yaitu lebih rendah dari HPP, Rp 1.700-Rp 1.800 per kg.

”Harga jual beras yang kami produksi akan mencapai Rp 4.500 per kg, sedangkan Bulog, kan, hanya Rp 4.000 kg. Hal itu karena kami menambah biaya produksi untuk mengeringkan gabah petani menggunakan bahan bakar solar, Rp 175 per kg,” katanya.

Sejak digulirkan tahun 2001, Pemkab Bantul secara khusus menyediakan dana Rp 3,5 miliar untuk membeli tujuh komoditas pertanian jika harga jual berada di bawah titik impas.

”Namun, sampai sekarang belum ada petani yang mau menjual padinya ke kami. Mungkin karena masa panen belum mencapai puncaknya. Sebagian petani lebih memilih menjual dalam bentuk beras,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul Edy Suharyanto, Selasa.

Selain gabah, ada enam komoditas pertanian lain yang harganya dijamin Pemkab Bantul, yakni jagung dengan titik impas Rp 1.300 per kg, kedelai Rp 3.000 per kg, kacang tanah Rp 1.500 per kg, cabai Rp 1.200 per kg, bawang merah Rp 2.000 per kg, dan tembakau Rp 14.000 per kg. Namun, sejak akhir tahun 2007, Pemkab Bantul menghentikan pembelian tembakau dan mengalihkan ke tanaman palawija.

”Paling sulit menjual tembakau karena hanya bisa ke pabrik rokok, atau perokok yang biasa melinting sendiri,” kata Edy.

Bagi petani Bantul, program stabilisasi harga membuat mereka tidak khawatir akan rugi dan tetap semangat bertani.

”Minimal yang saya peroleh adalah harga di titik impas,” kata Sudi, petani di Desa Baturetno, Banguntapan. (PRA/ENY/MDN/GAL)

Keluarga Harmonis, Tekanan Darah pun Rendah


Jumat, 21 Maret 2008 | 00:38 WIB

ANDA mungkin tidak menyangka bahwa kehidupan keluarga yang harmonis bakal mempengaruhi kesehatan Anda secara umum, terutama tekanan darah. Sebuah penelitian di awal hipotesisnya menyebutkan bahwa kehidupan keluarga yang membahagiakan sangat baik bagi tekanan darah. Sebaliknya kehidupan keluarga yang gonjang-ganjing terus menerus justru tidak lebih baik dibanding mereka yang hidupnya sendiri alias singel.

Namun, temuan kedua justru mengejutkan. Dikatakan bahwa orang yang sudah menikah justru cenderung lebih sehat dibanding mereka yang masih singel. Demikian diungkapkan sang periset, Julianne Holt-Lunstad.

Menurut asisten profesor bidang psikologi dari Brigham Young University ini, butuh waktu yang ada lama untuk meneliti lebih lanjut bagaimana kondisinya (kesehatan) dalam jangka waktu lama.

Penelitian yang yang dipublikasikan secara online oleh Annals of Behavioral Medicine, Kamis (20/3), melibatkan sekurangnya 204 pasangan dan 99 singel. Kebanyakan dari mereka adalah orang kulit putih. Tidak jelas, apakah hasilnya bakal sama bila etnik lain yang diteliti, jelas Holt Lunstad.

Para relawan ini memakai alat yang dapat merekam tekanan darah mereka di waktu-waktu tertentu secara acak selama 24 jam. Para peserta yang menikah juga mengisi kuestioner mengenai pengalaman mereka selama menikah.

Dari analisis yang dibuat ditemukan bahwa mereka yang menikah merasa lebih puas dan tekanan darahnya lebih rendah dibanding yang tidak selama 24 jam lebih pemantauan.

Namun demikian, ditemukan juga bahwa pasangan yang merasa tidak puas dengan pernikahannya memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibanding mereka yang singel. Sepanjang siang hari, rata-rata ketinggian mencapai poin lima, nyaris mendekati tanda-tanda bahaya.

"Saya pikir, penelitian ini layak diperhatikan," ujar Karen Matthews, profesor psikiatri, psikologi dan epidemiologi di Universitas Pittsburg. Karena adalah peneliti hubungan antara penyakit jantung dan tekanan darah tinggi.

Beberapa penelitian yang menilai risiko tingginya tekanan darah mempelihatkan bahwa kualitas pernikahan justru lebih rentan dibanding status pernikahan itu sendiri, jelas Karen.

Jadi, sangat masuk akal, bahwa kualitas lebih penting dibanding proses pernikahan itu sendiri ketika kita membicarakan soal tekanan darah , tegas Dr. Brian Baker, associate profesor psikiatri di Universitas Toronto.

Source: AP


ABD

Rabu, 27 Februari 2008

Coba Kalau 2000 Pulau Ditanam Sawit, Tidak Akan Tenggelam !!

2000 Pulau Akan Tenggelam pada 2030



Jakarta (ANTARA News) - Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) memperkirakan jika kondisi iklim global masih seperti saat ini maka pada 2030 sebanyak 2.000 dari sekitar 17.000 pulau saat ini di Indonesia akan tenggelam.

Kepala BRKP, Indroyono Susilo di Jakarta, Rabu mengatakan, pemanasan global yang terjadi saat ini telah menimbulkan efek gas rumah kaca yang berdampak pada peningkatan suhu bumi.

"Pemanasan suhu bumi tersebut akan menyebabkan es di kutub utara maupun kutub selatan akan melelah sehingga menambah tingkat permukaan air laut," katanya disela pemaparan rencana World Ocean Converence (WOC) 2009 di Manado Sulawesi Utara.

Pemaparan rencana WOC tersebut dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi selaku ketua panitia dan Gubernur Sulut, Sinyo Harry Sarundajang sebagai tuan rumah penyelenggaraan acara bertaraf internasional itu.

Indroyono memaparkan, pemanasan global dengan efek rumah kacanya yang berlangsung seperti saat ini akan menyebabkan kenaikan suhu bumi sekitar 1 derajat selsius dalam 100 tahun.

Dampak kenaikan suhu bumi tersebut, menurut dia, dalam 100 tahun permukaan laut juga mengalami peningkatan hingga 1 meter karena adanya penambahan air dari lelehan es di kutub utara maupun selatan.

"Dengan kondisi tersebut maka pada 2030 sedikitnya 2.000 pulau di Indonesia akan tenggelam begitu juga dengan kawasan Jakarta Utara," katanya.

Menurut dia, kondisi tersebut bisa diantisipasi dengan melakukan pengurangan emisi gas karbon yang merupakan salah satu faktor pemicu pemanasan global.

Salah satu upaya mengurangi gas karbon tersebut, lanjutnya, yakni dengan pemeliharaan biota laut seperti padang lamun, mangrove atuapun terumbu karang yang memiliki kemampuan menyerap gas karbon diudara hingga 246 juta ton per tahun.

Sementara itu dalam WOC 2009 yang mengambil tema "Ocean and Climate Change" dan "Climate Change Impact to Oceans and The Role of Oceans to Climate Change" itu diharapkan melahirkan "Manado Ocean Declaration" (MOD).

Selain itu juga akan dibentuk World Ocean Forum yang akan melaksanakan rencana aksi MOD maupun memantau perkembangan kesepakatan Manado tersebut.


Anggaran Rp110 Miliar

Sementara itu untuk menyelenggarakan WOC 2009 Pemerintah Daerah Sulut telah mengalokasikan anggaran sekitar Rp110 miliar untuk perbaikan infrastruktur seperti pelebaran jalan, perbaikan bandara, perbaikan jaringan listrik.

Gubernur Sulut, Sinyo H Sarundajang mengatakan, dari dana sebesar itu Rp70 miliar untuk perbaikan infrastruktur diantaranya pelebaran jalan maupun perbaikan jaringan listri, selain itu Rp40 miliar untuk pengembangan bandara.

Pemda Sulut, tambahnya, juga menggandeng swasta untuk pembangunan Convention Hall yang berkapasitas 3000 orang yang dilengkapai 250 kamar berbintang untuk menampung para peserta, dua gedung pertemuan serta kompleks pameran pembangunan dan budaya dengan nilai investasi sekitar Rp300 miliar.

"Kami optimis pelaksanaan WOC ini mampu meningkatkan gairah ekonomi mapun menarik wisatawan ke Sulut baik sebelum maupun saat berlangsungnya WOC," kata Sarundajang yang juga Wakil Ketua Panitia WOC 2009.(*)

Sabtu, 23 Februari 2008

Listrik Dari Nuklir Tidak Masalah Asal Aman dan Profesional. Rakyat Butuh Listrik dan Pasti Bisa Merawat PLTN. Melarang PLTN adalah Pembodohan Rakyat.

ENERGI
Pemerintah Didesak Batalkan PLTN Muria
Minggu, 24 Februari 2008 | 02:18 WIB

Jakarta, Kompas - Di tengah kontroversi mengenai pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN di Semenanjung Muria, Masyarakat Peduli Bahaya PLTN mendesak pemerintah membatalkan segala upaya untuk membangun PLTN fisi di Semenanjung Muria.

Desakan itu termuat dalam pernyataan sikap yang ditandatangani 28 akademisi dari berbagai bidang ilmu, didukung sekitar 200 peserta yang hadir dalam pertemuan di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Jakarta, Sabtu (23/2), tentang rencana pembangunan PLTN di Semenanjung Muria.

Pernyataan tersebut merupakan puncak dari proses yang berlangsung sejak tahun 2007 dengan tujuh kali forum diskusi yang melibatkan berbagai kalangan. Proses itu merupakan tanggapan atas skenario rencana pembangunan PLTN yang sudah dirancang oleh pemerintah.

Sejak 2004 pemerintah menghidupkan lagi rencana pembangunan PLTN fisi (pembelahan inti-inti atom) di Semenanjung Muria. Rencana itu sudah ada sejak 1974, tetapi diambangkan hingga tahun 1996, menyusul protes keras dari masyarakat.

Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2006 yang menetapkan Kontribusi Sumber-sumber Energi Alternatif minimal 5 persen, termasuk energi nuklir, disusul PP No 43/2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir.

Padahal, dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim yang berlangsung Desember 2007 di Bali telah ditetapkan bahwa nuklir tak termasuk dalam energi alternatif yang dapat mengurangi emisi karbon dioksida di atmosfer.

Dalam diskusi itu muncul berbagai pendapat yang antara lain menyatakan, persoalan PLTN bukan sekadar persoalan teknis, tetapi juga harus mempertimbangkan berbagai aspek, terutama pertimbangan nilai etis.

Profesor Sastrapratedja dari STF Driyarkara mengatakan, ”Kemampuan manusia menciptakan teknologi tidak selalu otomatis sepadan dengan kemampuan mengendalikan.” Ada faktor budaya dan psikologis yang belum mendapat perhatian penuh. Teknologi memiliki mekanismenya sendiri dan dapat menyebabkan dampak yang tidak dikehendaki, seperti limbah nuklir.

”Karena punya akibat luas, perlu pertimbangan etika yang lebih luas dari etika tradisional,” ujarnya.

Ia mengingatkan, segala tindakan harus dipertimbangkan agar berkesesuaian dengan kelangsungan manusia. Artinya, generasi yang akan datang punya hak yang sama untuk hidup layak dalam lingkungan alam yang bebas pencemaran.

Heru Nugroho dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mengingatkan kuatnya politik pencitraan di balik rencana pembangunan PLTN. ”Siapa yang paling membutuhkan energi nuklir? Pebisnis? Korporasi multinasional yang menyubsidi nuklir? Pemerintah? Birokrat? Komprador? atau rakyat?” ujarnya.

Terkait dengan politik pencitraan, anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Sonny Keraf, mengatakan, sikap keras mengegolkan PLTN bagi banyak pihak dipandang sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi Amerika Serikat, khususnya menyangkut isu nuklir di Iran.

Ia mengatakan, sosialisasi oleh pemerintah selama ini hanya pada penyampaian hal positif, tetapi dampaknya tidak disampaikan. ”Banyak negara maju yang sudah meninggalkan pembangkit tenaga nuklir karena dinilai tidak aman,” tambahnya. Ia mencontohkan Jerman dan negara Skandinavia yang lebih maju memilih energi alternatif, seperti energi surya dan angin. Indonesia juga memiliki sumber energi alternatif berlimpah, seperti angin, matahari, dan gelombang. Forum itu menilai selama ini pemerintah tidak memiliki kehendak kuat untuk mengembangkan energi alternatif yang aman dan ramah lingkungan. (MH/isw)

Kamis, 21 Februari 2008

Bagaimanapun Bali Memang Indah

Kepariwisataan
Wayan Tegag dalam Gemuruh Wisata Bali
KOMPAS/AHMAD ARIF / Kompas Images
Petani di Desa Kerobokan, Kecamatan Kuta, Badung, Bali, kini dikepung vila-vila mewah yang dibangun di atas sawah bekas milik mereka, Kamis (7/2).
Jumat, 22 Februari 2008 | 02:28 WIB

Sawah-sawah subur yang banyak digambarkan dalam kartu pos tentang citra Bali masa silam itu kini menjelma vila-vila mewah. Kemewahannya menutupi kehidupan petani yang tergusur ke sudut-sudut gelap.

Siang itu sangat terik. I Wayan Tegag (75) dan istrinya, petani di Banjar Umu Sari, Kecamatan Kuta, Bali, tengah menyabit rumput. ”Tanah untuk vila itu dulu milik kami, tapi kami jual,” kata Wayan Tegag, yang biasa dipanggil Rano, sambil menunjuk vila tepat di hadapannya.

”Pemiliknya orang asing, entah dari mana,” tambahnya. Sawah miliknya, seluas 20 are (satu are 100 meter), ia jual awal 1990-an ketika hampir semua wilayah Kerobokan masih berupa sawah. ”Waktu itu sawah saya dihargai Rp 10 juta per are. Sangat tinggi untuk harga saat itu,” katanya.

Tegag pun tergiur. Apalagi, sejak dulu, dia memang ingin punya rumah tembok. ”Tanah itu saya lepas, lalu saya membangun rumah dan membeli sapi,” kisahnya.

Beberapa tahun kemudian, Tegag baru sadar bahwa kawasan itu tengah dikembangkan menjadi kawasan vila dan perumahan eksklusif. Di atas bekas sawah Tegag kini berdiri vila megah berlantai tiga. Harga tanah di sana pun meningkat berlipat-lipat hingga Rp 100 juta-Rp 300 juta per are.

Kini, penyesalan Tegag juga berlipat-lipat. Dia menyesal, mengapa dulu mau menjual tanah warisan. ”Makelar tanah yang dulu membujuk menjual tanah pasti dapat untung besar,” kata dia.

Untuk menopang hidup, saat ini dia nandu (mengerjakan sawah orang lain), dengan pendapatan dibagi tiga; satu bagian untuk pemilik sawah dan sisanya untuk Rano. Dia masih harus mengeluarkan biaya untuk membayar dua karyawan, masing-masing Rp 20.000 per hari, serta biaya pemupukan sebesar Rp 400.000. Padahal, setiap panen, sawah garapannya hanya menghasilkan Rp 2 juta. Hasil panen itu hanya pas-pasan untuk membiayai kehidupan Tegag, istri, dan dua anaknya.

Di usia senja, Tegag memang masih menjadi tulang punggung keluarga. Dua anaknya, keduanya laki-laki berusia pertengahan 30-an, hingga kini masih menganggur. Anak pertamanya yang lulusan SMA mencoba melamar jadi pelayan di vila-vila di sekitar Kerobokan. Tetapi, ternyata tidak semudah itu mencari kerja di tanah sendiri.

Sebagian besar karyawan vila berasal dari daerah lain, seperti Jakarta atau daerah-daerah di Jawa. ”Anak saya enggak diterima kerja di vila. Kata mereka, usianya sudah terlalu tua dan dia dianggap enggak punya kemampuan,” ujar Tegag.

Menuju kehancuran

Normal saja mendengar sorak gembira menyaksikan laju industri pariwisata Pulau Seribu Pura itu. Juga fenomena terkini model kepariwisataan di Tanah Air, khususnya Bali dan Lombok, yang kian mengglobal terkait kehadiran investor asing yang ”membeli” dan menjadi ”pemilik” tempat-tempat pelesiran tersebut.

Hanya saja, kemajuan yang digapai itu tetap saja menyisakan kecemasan. Bahkan, dalam kasus pariwisata Bali, berbagai pihak berani melukiskan bahwa derap perekonomian Pulau Dewata yang bertopang pada dunia kepariwisataan itu kini sedang menuju ke kehancuran.

Wayan Windia, pakar subak (sistem irigasi tradisional di Bali) dari Universitas Udayana, mengingatkan bahwa landasan utama pengembangan pariwisata Bali adalah pertanian. Sementara pertanian itu sendiri yang didominasi persawahan pasti bersentuhan dengan sistem subak. Alasannya karena seluruh aktivitas persawahan di Bali dikelola oleh sebuah sistem bernama subak.

”Napas subak itu sangat ditentukan oleh keberadaan lahan dan air. Kehadiran pariwisata di sisi lain ternyata terus menggerogoti lahan petani serta kandungan air yang dimiliki. Ini semua merupakan ancaman serius, yang pada saatnya akan menghancurkan pariwisata sekaligus perekonomian Bali,” tuturnya.

Kecemasan senada disuarakan Ketut Suardika (36), Wayan Suada (56), dan sejumlah petani lain di lingkungan Subak Deloh Tunduh, Desa Singakerta, Kecamatan Ubud, Gianyar. ”Karena itu, kami bersepakat untuk tetap menutup kawasan subak di lingkungan Deloh Tunduh dari akses jalan raya. Ada banyak contoh kalau jalan raya sudah masuk, areal subak langsung terancam,” tutur Suardika, koordinator subak itu.

Alhasil, semua pihak diingatkan untuk tidak cepat bergembira menyaksikan geliat pariwisata Bali sebagai kesuksesan gemilang. Geliat itu sesungguhnya berjalan seiring langkah negatif yang terus menggerogoti pertanian sebagai landasan utama pariwisata Bali. Lihatlah I Wayan Tegag yang terlempar ke sudut gelap di balik sukses itu.... (ANS/BEN/AIK/IRN)

Rabu, 20 Februari 2008

Tips Memarkir Mundur Mobil Transmisi Otomatik


Selasa, 19 Februari 2008 | 06:36 WIB

JAKARTA, SELASA-Kasus mobil jatuh dari gedung parkir sudah beberapa kali terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Berdasarkan catatan Warta Kota, selama tahun 2007 ada tiga kejadian, sedangkan tahun 2008 ada satu kejadian.

Kebanyakan mobil yang mengalami kecelakaan adalah mobil yang bertransmisi otomatis. Karena itu, diperlukan kehati-hatian saat memarkir mundur mobil jenis ini.

Berikut ini adalah tips memarkir mundur mobil bertranmisi otomatis:
1. Jangan menginjak pedal gas terlalu dalam, karena mobil bisa bergerak mundur sekalipun pedal gas tidak diinjak, apalagi di lahan parkir yang datar. Perlu diketahui pula, torsi untuk gigi mundur (R) lebih besar daripada torsi gigi satu. Artinya daya dorong pada saat mundur lebih besar daripada daya dorong pada saat persneling ada pada posisi gigi satu.

2. Selalu letakkan satu kaki pada pedal rem dan sesekali injak rem.

3. Ketika memundurkan mobil, pusatkan perhatian para kendaraan dan areal parkir. Hindari mengemudi sambil melakukan kegiatan lain, misalnya menyalakan radio atau menerima handphone.

(Warta Kota)

Semoga Pemerintahan Pak SBY Dapat Segera Mengatasi Kecurangan Pengucuran BLBI

Kasus BLBI sampai Kapan Akan Berakhir?
Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah (tengah), didampingi Deputi Gubernur BI Bun Bunan Hutapea (kiri) dan Deputi Gubernur BI Maman H Somantri
Artikel Terkait:
Rabu, 13 Februari 2008 | 09:31 WIB

Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia bermula dari krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Ketika itu, perekonomian nasional mengalami guncangan hebat akibat krisis nilai tukar yang dialami sejumlah negara di Asia yang kemudian merembet ke negara-negara lain termasuk Indonesia.

Waktu itu pemerintah selalu menyatakan bahwa fundamental ekonomi nasional cukup kuat. Namun, setelah kurs rupiah terdepresiasi cukup tajam, BI justru mengubah sistem kurs mata uang dari semula menggunakan managed floating (mengambang terkendali) menjadi free floating (mengambang bebas).

Dengan demikian, kurs mata uang tak lagi dikendalikan BI, tetapi diserahkan pada mekanisme pasar. Akibatnya, pergerakan rupiah menjelang akhir 1997 menjadi liar dan cenderung tak terkendali.

Pada saat yang sama, banyak perbankan yang rekening gironya di BI bersaldo negatif dan tidak bisa ditutup sebagaimana mestinya. Sejak itu, kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perbankan di Indonesia semakin merosot sehingga banyak nasabah yang mengambil uang dalam jumlah besar secara mendadak di perbankan.

Pemerintah berupaya meredam keresahan masyarakat itu dengan melikuidasi 16 bank umum swasta nasional pada 1 November 2007. Alih-alih menenangkan masyarakat, keputusan melikuidasi bank itu justru semakin menambah kepanikan nasabah. Setelah itu, BI terpaksa memberikan dana talangan Rp 23 triliun. Itulah BLBI yang pertama kali dalam sejarah krisis ekonomi nasional.

Kemudian jajaran Direksi BI waktu itu mengirim surat kepada Presiden Soeharto yang intinya memberitahukan rencana BI untuk mengatasi masalah saldo debet yang dialami perbankan nasional akibat rush tersebut.

Kutipan surat itu antara lain berbunyi, ”Sambil menunggu konsolidasi perbankan dan pulihnya kepercayaan terhadap perbankan, BI kiranya disetujui akan mengganti saldo debet tersebut dengan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) Khusus, sesuai dengan memo terlampir.”

Usulan itu disetujui Presiden Soeharto melalui surat dari Kantor Sekretariat Negara berkualifikasi ”rahasia dan sangat rahasia” Nomor R-183/M/Sesneg/12/1997 tertanggal 27 Desember 1997.

Dalam surat itu antara lain disebutkan, ”Maka dengan ini kami beritahukan bahwa Bapak Presiden menyetujui saran Direksi BI untuk mengganti saldo debet bank yang ada harapan sehat-sehat dengan SBPU Khusus sebagaimana dilaporkan dalam surat Sdr. Gubernur BI.”

Lalu dalam akhir surat itu ditutup dengan kalimat, ”Bapak Presiden menilai langkah tersebut perlu dilakukan, untuk menjaga agar tidak banyak bank tahun sekarang ini yang terpaksa tutup dan dinyatakan bangkrut.”

Surat dari direksi BI dan surat dari Presiden waktu itu bisa menjadi kunci siapa sebenarnya yang pantas memikul tanggung jawab terhadap semua yang terjadi dengan kasus BLBI.

Temuan BPK

Pemerintah dan BI waktu itu meyakinkan masyarakat bahwa dana BLBI diberikan untuk memulihkan kepercayaan terhadap dunia perbankan. Namun, kenyataannya penyaluran dana BLBI, yang menurut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencapai Rp 144,5 triliun, banyak yang diselewengkan sehingga menjadi beban anggaran negara.

BPK yang telah melakukan audit investigasi atas penyaluran dan penggunaan BLBI menemukan adanya kelemahan sistem pembinaan dan pengawasan bank, kelemahan manajemen penyaluran BLBI, penyimpangan dalam penggunaan BLBI, serta potensi kerugian negara akibat penyaluran dan penyimpangan dana BLBI.

Berdasarkan hasil audit investigasi, BPK menilai kekeliruan BI dalam memberikan BLBI adalah pada saat BI tidak melakukan stop kliring kepada bank-bank yang rekening gironya di BI bersaldo negatif. BI pada saat itu tidak berani melakukan stop kliring karena khawatir terjadi efek domino. Kekhawatiran ini merupakan suatu teori yang belum pernah teruji kebenarannya. Permasalahan itu menjadi besar karena sejak awal BI tidak tegas dalam menerapkan sanksi stop kliring. Sikap BI ini dimanfaatkan bankir nakal sehingga sejumlah bank terus bersaldo debet.

Selain itu, direksi BI pernah membuat keputusan yang kurang berhati-hati, yaitu tak akan melakukan stop kliring meski mengetahui overdraft suatu bank sudah semakin membesar melebihi nilai asetnya. Salah satu keputusan yang akhirnya menjadi bumerang adalah keputusan BI pada pertengahan 1997 yang menyatakan bahwa bank-bank yang bersaldo debet rekeningnya di BI diperbolehkan untuk tetap ikut kliring, melakukan penarikan tunai, melakukan transfer dana ke cabang-cabang, sampai kondisi pasar uang mereda.

Keputusan itu tak menyebut batas waktu dan maksimal bagi suatu bank untuk overdraft. Keputusan itu tampaknya bocor di kalangan bankir yang nakal sehingga mereka beramai-ramai terus melakukan overdraft bahkan sampai melebihi jumlah aset bank yang bersangkutan.

Terkait dengan penyaluran BLBI, pada hakikatnya dana ini disalurkan BI untuk menanggulangi bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas akibat di-rush oleh nasabahnya. Namun, karena penyaluran BLBI itu dilakukan melalui mekanisme kliring, maka BI sesungguhnya tidak mengetahui apakah benar dana BLBI digunakan sepenuhnya untuk menanggulangi rush, dan bukan digunakan untuk kepentingan grup pemilik bank.

Program penjaminan

Lembaga kliring yang semula hanya sebagai media tukar-menukar warkat dalam rangka memperlancar sistem pembayaran dan lalu lintas giral berubah menjadi sarana penyediaan dana bagi bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Pemberian BLBI tak terlepas dari program penjaminan kewajiban bank umum sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998.

Namun, dalam praktiknya program penjaminan yang sudah dicanangkan pemerintah sejak 26 Januari 1998, yang diikuti dengan pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), ternyata tidak dimanfaatkan oleh BI dan BPPN. Dalam salah satu kesimpulannya, BPK menyatakan, penyebab membengkaknya BLBI adalah karena BI dan BPPN tak segera melaksanakan program penjaminan secara konsisten.

Dari hasil audit investigasi BPK diketahui, dana BLBI yang disalurkan sebesar Rp 144,5 triliun (posisi per 29 Januari 1999). BPK menemukan penyimpangan, kelemahan sistem, dan kelalaian yang menimbulkan potensi kerugian negara sebesar Rp 138,4 triliun atau 95,7 persen dari total dana BLBI yang disalurkan.

Sampai saat ini upaya penyelesaian BLBI belum menunjukkan hasil memadai. Upaya penyelesaian BLBI sudah mencapai satu dasawarsa dan melibatkan lima presiden, mulai dari zaman Soeharto, BJ Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono.

Tuntutan untuk mengusut kasus BLBI selalu muncul mewarnai pergantian pemerintahan hingga pergantian jaksa agung baru. Namun, tindak lanjut pengungkapan kasus itu tak ada kemajuan yang berarti. Masalahnya terletak pada komitmen dari para pemimpin pemerintahan dan pemimpin politik serta keseriusan aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti kasus itu. Jika tak ada komitmen dan keseriusan, yang muncul adalah sekadar move-move politik saja dan tak menyentuh kepentingan hukum dan rakyat. (TJAHJA GUNAWAN DIREDJA/KOMPAS)

Senin, 18 Februari 2008

Warga Nunukan Tolak Masuk Askar Wataniah


Penulis: Wisnu

NUNUKAN--MI: Sejumlah warga perbatasan Kabupaten Nunukan, Kaltim membuktikan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi terhadap Bangsa Indonesia. Mereka secara tegas menolak menjadi anggota Askar Wataniah.

Dalam investigasi Media Indonesia, yang berpura-pura menjadi perekrut anggota Askar Wataniah Malaysia, di pelabuhan Tunontaka Nunukan itu tercatat sedikitnya tiga orang warga yang menolak saat ditawari menjadi anggota AW. Ketiganya adalah Zainal Bakir, 27, kuli panggul pelabuhan, Husein Yusup, 30, penjaja jasa tukar uang ringgit, dan Supriyono, 29, pejaga toko minuman di pelabuhan itu.

Saat Media Indonesia mencoba menawari pekerjaan sebagai anggota AW, Husein langsung menolak tanpa menanyakan berapa besar bayaran yang ditawarkan. Ia beralasan tidak bisa meninggalkan istri dan dua anaknya yang tinggal bersamanya di Jalan Gang Dahlia 3, Nunukan Timur, Nunukan, Kaltim.

Selain itu, ia tidak mau pindah kewarganegaraan Malaysia sebagai syarat perekrutan menjadi anggota AW. Pasalnya, menurut dia, syarat untuk menjadi warga negara Malaysia tidak mudah. "Kita dengar syaratnya harus punya IC warga negara Malaysia. Sekarang ini susah dapatnya dan pasti mahal bayar dokumennya," ungkap dia.

Sementara itu, Zainal saat ditawari Media Indonesia menolak karena tidak mau berhadapan dengan orang Indonesia nantinya. Ia mengaku saat pernah bekerja sebagai TKI di Malaysia selama dua tahun sempat trauma melihat perlakuan pihak kepolisian Malaysia terhadap warga Indonesia.

"Police-police itu kejam sekali kalau ketemu orang kita. Orang kita itu ditangkap, diseret-seret, dipukul, dicambuk. Kita lihat sendiri itu," kata pria keturunan Bugis ini. Akibat trauma yang mendalam ini, hampir saja dia hendak menyeret Media Indonesia untuk dilaporkan ke pihak keamanan pelabuhan. Namun, untungnya bisa dicegah setelah dijelaskan tawaran ini hanya sekedar untuk tugas peliputan.

Adapun, Supriyono langsung menolak karena tidak percaya terhadap tawaran menjadi anggota Askar Wataniah. Ketika ditanya apakah pernah ada orang di pelabuhan yang pernah menawari orang-orang Indonesia untuk direkrut menjadi anggota Askar, dia mengaku tidak ada. "Yang saya dengar sih belum pernah ada Mas. Paling nawarin nyebrang untuk jadi keamanan kebun," ujarnya. (NU/OL-2)


Berita terkait ' Arogansi Malaysia '

Sabtu, 16 Februari 2008

Banjir Pantura Sengsara Rakyat, Makanya Tanggulangi Penyebabnya !!

Pantura Jawa Rusak Lagi
Di Rembang Kendaraan Bergantian Gunakan Satu Jalur
KOMPAS/ALBERTUS HENDRIYO WIDI / Kompas Images
Jalur pantura Pati-Juwana mulai dari Desa Mantingmulyo, Kecamatan Juwana, hingga Desa Cangkring, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, terendam air setinggi 20-40 sentimeter, Jumat (15/2). Kejadian ini menyebabkan kemacetan sepanjang 22 kilometer, mulai dari Desa Tasikagung, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, hingga jalan lingkar kota Pati.
Sabtu, 16 Februari 2008 | 03:45 WIB

Cirebon, Kompas - Sebagian jalan pantai utara Pulau Jawa kembali rusak berat. Kerusakan yang terjadi di banyak lokasi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur itu merugikan pemakai jalan yang harus mengeluarkan biaya lebih untuk bahan bakar dan perbaikan kendaraan yang rusak.

Perjalanan pun terhambat karena kendaraan harus berjalan perlahan saat melewati lubang di ruas jalan pantai utara (pantura) Pulau Jawa itu. Sebagian kendaraan bahkan rusak karena menerjang lubang di jalan.

Kerusakan jalan pantura tersebut disebabkan hujan dan banjir. Akibatnya, badan jalan menjadi lebih cepat mengelupas, bergelombang, dan berlubang dengan diameter dan kedalaman bervariasi.

Pengamatan Kompas, Jumat (15/2), menunjukkan, jalur pantura di Jawa Barat antara Cikampek dan Cirebon, misalnya, berlubang-lubang dalam di banyak lokasi.

Selepas Jalan Tol Cikampek, lubang-lubang jalan antara lain ditemukan di Balonggandu, Jatisari, Cikalongsari, Gamon (Kabupaten Karawang), lalu di Sarengseng, Patokbeusi, Sukamandi, dan Ciasem, serta Pamanukan, dan Pusakanegara (Kabupaten Subang). Kerusakan paling parah terjadi di ruas antara Patrol dan Lohbener (Kabupaten Indramayu). Kerusakan serupa terjadi pula di ruas Jatibarang hingga Susukan (Kabupaten Cirebon).

Lubang-lubang dengan kedalaman hingga 30 sentimeter tampak di kawasan ini. Jarak lubang satu dengan yang lain pun berdekatan sehingga sulit dihindari pemakai jalan.

Kerusakan di jalur pantura menyebabkan ongkos perawatan kendaraan membengkak. Onderdil berupa per, gardan, laher (bearing), velg, serta ban menjadi lebih sering rusak karena menghantam jalan berlubang.

Pujianto (53), sopir truk asal Kelurahan Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, yang ditemui saat berhenti di Klari, Kabupaten Karawang, Jumat malam, mengatakan, gardan serta laher yang biasanya kuat tujuh bulan hingga satu tahun kini hanya bertahan 4-5 bulan. Padahal, harga onderdil dan ongkos pemasangan mencapai Rp 130.000 hingga Rp 3 juta.

”Itu belum termasuk ban dan velg yang jadi sering pecah, juga risiko kecelakaan yang semakin tinggi,” ujar Puji, yang tengah mengangkut mebel serta sepatu dari Yogyakarta ke Jakarta itu.

”Dengan kondisi jalan seperti ini, saya hanya berani jalan 40 kilometer per jam. Jika biasanya dari Kuningan berangkat pukul 09.00 dan tiba di Tangerang pukul 21.00, kini jadi lebih lama bahkan sampai pukul 02.00,” kata Sukria, pengemudi truk bermuatan kayu kemasan seberat 18 ton dari Kuningan.

Kondisi serupa tampak di ruas antara Kabupaten Brebes dan Kota Tegal, Jawa Tengah. Kerusakan di Brebes merata di sepanjang jalur antara Kecamatan Brebes dan Losari. Kerusakan terparah terlihat di ruas antara Losari, Tanjung, dan Bulakamba.

Imam (35), pengendara mobil yang melintas di jalur pantura Brebes, mengaku terganggu dengan kerusakan jalan tersebut. Ban mobilnya kempis akibat menerjang lubang jalan.

Jalan bergantian

Di jalan pantura Desa Tasikagung, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, kendaraan bermotor berjalan bergantian memakai satu jalur karena jalan berlubang cukup dalam yang melebar hingga separuh jalan. Akibatnya, arus lalu lintas menjadi macet.

Di dua lokasi lain juga terjadi kemacetan, disebabkan genangan air yang menutup jalan berlubang hampir di sepanjang jalan pantura antara Pati dan Juwana. Sejumlah sepeda motor mogok, sedangkan kendaraan angkutan berat melintas secara bergantian. Sebagian besar kernet truk turun ke jalan memandu sopir.

Kemacetan mengakibatkan waktu tempuh Rembang-Pati atau arah sebaliknya bertambah lama. Pengendara sepeda motor yang biasa menempuh jalan sepanjang 36 kilometer itu selama 45 menit kini harus menempuh sekitar 3-4 jam.

Wakil Kepala Kepolisian Resor Pati Komisaris Carto Nuryanto melalui Kepala Urusan Pembinaan dan Operasional Kepolisian Resor Pati Inspektur Satu Amlis Chaniago mengatakan, sebenarnya kendaraan besar itu mampu menembus banjir. Akan tetapi, sopir khawatir dengan banyaknya jalan berlubang di jalan itu.

Pengalihan jalur tidak mungkin dilakukan untuk kendaraan besar. Karena itu, polisi menerapkan sistem buka tutup.

Di jalur pantura Jawa Timur, kerusakan jalan di antaranya ditemukan di wilayah Babat (Kabupaten Lamongan), yakni di ruas Gembong, Moropelang, hingga Desa Tritunggal. Di ruas itu banyak batas cor jalan berlubang, menyebabkan jalan putus-putus. Kondisi yang sama tampak di Kecamatan Sukodadi, mulai Desa Kruwul hingga Plosowahyu.

Kondisi jalan kurang bagus juga terdapat di wilayah Duduksampeyan hingga Bunder, Kabupaten Gresik.

Menurut catatan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Jatim, pada tahun 2007, dari 1.899,21 kilometer jalan nasional di Jatim, sepanjang 1.076,56 kilometer di antaranya dalam kondisi rusak. ”Kondisi jalan yang rusak memberatkan kami karena arus barang terganggu. Biaya pun membengkak,” ungkap Ketua Organda Jatim Mustafa, Jumat.

Di Jatim saat ini terdapat lebih dari 10.000 unit angkutan darat. Semua angkutan itu terancam karena ruas jalan yang rusak semakin banyak. ”Pemeliharaan kendaraan menjadi semakin mahal karena kendaraan jadi cepat rusak. Belum lagi jika harus mengambil rute alternatif yang lebih jauh, berarti menghabiskan BBM lebih banyak,” paparnya.

Hal senada dikatakan pengusaha angkutan dan bongkar muat di Surabaya, Kody Lamahayu Fredy. Ia mengingatkan, banyaknya jalan rusak berpengaruh terhadap usia dan mesin angkutan, seperti per patah dan ban meletus. Baik Mustafa maupun Kody belum bisa memperkirakan jumlah kerugian.(HEN/NIT/MKN/WIE/ACI/BEE)

Jumat, 15 Februari 2008

Impor Beras Tak Bisa Lagi Seimbangkan Fluktuasi Harga


Jum at, 15 Feb 2008 | 18:49 WIB

TEMPO Interaktif, Bandung:Direktur Utama Perum Bulog Mustafa Abubakar menyatakan, impor beras tidak bisa lagi diandalkan sebagai penyeimbang fluktuasi harga beras di dalam negeri. “Mengandalkan impor, apalagi untuk memenuhi kebutuhan raskin (beras untuk warga miskin) adalah terlalu beresiko,” katanya di depan peserta rapat Sosialisasi Pengadaan Gabah/Beras Dalam Negeri di kantor Dinas Pertanian Jawa Barat Bandung, Jumat (15/2).

Dia menjelaskan, selama ini importasi menjadi “penyelamat” untuk meredam kenaikan harga beras di dalam negeri. Kekurangan beras di dalam negeri yang diikuti oleh naiknya harga bahan makanan itu, dia melanjutkan, selalu ditutupi dengan kebijakan impor beras karena harga komoditi tersebut di luar negeri jauh di bawah harga beras di dalam negeri.

Abubakar memaparkan, pajak impor yang dibebankan pada komoditas itu ditambah harga pasaran beras luar negeri selama ini selalu masih di bawah harga beras dalam negeri. Namun saat ini, ia menambahkan, uang yang dikeluarkan untuk mendatangkan komoditas beras dari luar negeri sudah di atas harga beras dalam negeri.

Kenaikan harga beras dunia itu diharapkan bisa menjadi pemicu bagi petani agar menggenjot produksi beras dalam negeri.

Dia pun berharap agar harga beras dalam negeri masih dalam kisaran Harga Pokok Pembelian (HPP) yang tercantum dalam Inpres nomor 3/2007 tentang Kebijakan Perberasan yakni Rp 4.000 per kilogramnya (harga ini menjadi patokan Bulog untuk membeli beras), kendati diakuinya muncul keluhan harga itu masih rendah. “Jangan terlalu merisuaikan harga yang terlalu rendah sekarang,” katanya.

Dengan begitu, dia berharap akhir tahun ini harga beras dunia akan sama dengan harga beras dalam negeri. “Kalau sudah sama harganya, begitu ada kelebihan (produksi), mengekspor ke manapun gampang. Kalau hari ini kelebihan beras, kita tidak bisa menjualnya ke negara manapun,” katanya.

Ahmad Fikri

Gempa Guncang Sejumlah Negara Timur Tengah


Jumat, 15 Februari 2008 | 18:40 WIB

BEIRUT, JUMAT - Gempa bumi mengguncang sejumlah negara di Timur Tengah: Israel, Libanon, Suriah, maupun wilayah Jalur Gaza Jumat (15/2). Guncangan gempa bumi mengakibatkan sejumlah penduduk di beberapa kota selatan Libanon berhamburan lari ke jalan untuk menyelamatkan diri. Guncangan gempa bumi kedua kalinya dalam pekan ini di Beirut terjadi sekitar pukul 1730 WIB namun intensitas kekuatannya belum diketahui.

Beberapa laporan media Israel menyebutkan guncangan gempa bumi terasa di jantung wilayah negara ini dan jalur Gaza tanpa diketahui berapa jumlah korban jiwa atau kerusakan materi yang ditimbulkan. Beberapa pakar seismologi di Israel memperingatkan meluasnya gempa bumi kali ini hingga di luar wilayah Israel terjadi karena adanya pergeseran lempengan bumi di wilayah sekitarnya.

Guncangan gempa bumi Jumat ini juga terasa di Libanon, termasuk ibukota Beirut dimana banyak gedung di wilayah tersebut bergetar. Gempa bumi sebelumnya yang berkekuatan 4 skala Richter mengguncang bagian timur kota pelabuhan Tyre di sebelah selatan Libanon pada 12 Februari 2008. Gempa bumi berkekuatan sama mengguncang Libanon pada tahun 2001 dan berpusat di wilayah Bekaa, Libanon selatan. (AFP/AP)


JIM

Rabu, 13 Februari 2008

Sawah di Karawang Kebanjiran, Kasihan Petaninya...

15.337 Hektar Sawah di Karawang Terendam
KOMPAS/MUKHAMAD KURNIAWAN / Kompas Images
Warga Desa Pasirukem, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menjaring ikan di sawah yang tergenang banjir, Selasa (12/2). Sekitar 15.337 hektar sawah di Karawang, terutama di pesisir utara, terendam banjir karena meluapnya sejumlah sungai pembuang dalam beberapa hari terakhir.
Rabu, 13 Februari 2008 | 02:21 WIB

Karawang, Kompas - Sekitar 15.337 hektar sawah di 20 kecamatan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, terendam banjir sejak beberapa hari lalu. Usia tanaman padi berkisar 7-60 hari dengan lama genangan rata-rata tiga hari.

Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan Kabupaten Karawang Didy Sarbini HS, Selasa (12/2), mengatakan, banjir juga merendam bibit di persemaian untuk areal 3.146 hektar. Sebagian besar berada di pesisir utara Karawang.

Pada Selasa siang, air masih terlihat menggenangi area persawahan di Kecamatan Cilamaya Wetan, Cilamaya Kulon, Tempuran, serta Cilebar. Selain itu, di Kecamatan Pedes, Cibuaya, Batujaya, Pakisjaya, dan Tirtajaya.

Salah satu kecamatan dengan area genangan yang luas adalah Tempuran. Menurut Samsuri, Camat Tempuran, luas area yang terendam 3.207 ha atau lebih dari 50 persen luas baku sawah di Tempuran. Banjir juga merendam 667 rumah warga serta 89 hektar tambak di Desa Pancakarya dan Sumberjaya.

Samsuri menambahkan, dua sungai utama yang melintas di wilayahnya, yaitu Sungai Ciderewak serta Sungai Cibulan-bulan, meluap sejak Jumat pekan lalu. Genangan semakin tinggi pada Sabtu malam hingga Minggu siang. Menurutnya, mayoritas rumah dan sawah yang tergenang berada di daerah aliran kedua sungai tersebut.

Dari Ende dilaporkan, empat remaja warga Kelurahan Mautapaga, Kecamatan Ende Timur, Kabupaten Ende, di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, nyaris terseret arus Kali Wolowona, Selasa sekitar pukul 15.00 Wita. Mereka adalah Andre (17), Mercy (21), Lusiana Londo (17), dan Siti Hajah (15).

Keempat remaja itu terjebak banjir di tengah sungai saat kembali dari mencari kayu bakar. Warga dan aparat kepolisian setempat berhasil menyelamatkan mereka. (MKN/SEM)

Galaksi Terjauh dan Tertua Terekam Teleskop


NASA/ESA
Galaksi terjauh da tertua terekan teleskop Hubble dan Spitzer.
Artikel Terkait:
Rabu, 13 Februari 2008 | 15:30 WIB

WASHINGTON, SELASA - Teleskop ruang angkasa Hubble dan teleskop Spitzer kembali memecahkan rekor dengan merekam galaksi tertua dan terjauh di alam semesta. Galaksi tersebut diperkirakan terbentuk sejak 13 miliar tahun lalu.

Galaksi yang diberi nama A1689-zD1 terbentuk saat alam semesta baru berusia sekitar 700 juta tahun. Ia termasuk di antara galaksi-galaksi yang pertama kali terbentuk. Bentuknya berbeda sekali dengan galaksi Bimasakti.

"Ukurannya lebih kecil. Ia tipis. Ia memiliki dua pusat bukan satu dan memiliki formasi bintang-bintang yang ekstrim," kata Holland Ford, profesor astronomi dari Johns Hopkins University, AS, seperti dilansir AP, Selasa (12/2).

Untuk melihat objek sejauh itu, para astronom menggunakan trik yang disebut lensa galaksi. Sekelompok galaksi yang lebih dekat dengan Bumi membentuk lensa yang memperkuat daya pandang teleskop.

Gaya gravitasi yang kuat di sekitar kluster galaksi akan membelokkan cahaya yang datang dari belakangnya sehingga menimulkan efek pembesaran jika objek dilihat dari Bumi. Dalam pengamatan kali ini, galaksi tertua terlihat 10 kali lebih dekat dengan efek tersebut.

Meski hanya dalam gambar hitam putih dan buram, rekaman ini merupakan foto paling jelas untuk melihat objek sejauh itu. Dengan teleskop lebih canggih, termasuk penerus Hubble yang akan diluncurkan pada 2013, objek-objek seperti ini akan menarik untuk dipelajari.(AP/WAH)


WAH

Senin, 11 Februari 2008

Ngurus Satwa Saja (Mengapa Negara)Tidak Bisa !!

Pusat Penyelamatan Satwa Terancam Tutup
Senin, 11 Pebruari 2008 | 16:00 WIB

TEMPO Interaktif, Yogyakarta: Pusat Penyelamatan Satwa Yogyakarta terancam tutup karena kekurangan dana. Manajer Operasional Pusat Penyelamatan Satwa Sugihartono mengatakan, pihaknya menampung 500 satwa liar yang dilindungi. Pusat ini mempekerjakan puluhan karyawan. Dana yang dibutuhkan setiap bulan sekitar Rp 50 juta.

Pemerintah melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam hanya menanggung 25 persen biaya operasional. Padahal satwa yang ada milik negara hasil sitaan oleh aparat. Untuk menambal kekurangan, lokasi ini dikembangkan menjadi tempat wisata dan laboratorium pendidikan.

Dari program wisata ini bisa diperoleh dana sekitar Rp 20 juta per bulan. "Tapi, kami tetap saja kekurangan dana Rp 15 juta per bulan," kata dia di Yogyakarta pada Senin (11/2).

Sugihartono berharap ada pihak-pihak yang bersedia menjadi donatur demi kelangsungan hidup satwa liar ini. Jika tidak pusat ini akan ditutup menyusul tiga pusat penyelamatan serupa di Indonesia. heru cn

Jaga Yang Satu ini Dari Penjarahan Asing (Negara Barat)

Ditemukan Sumber Minyak Baru di Perairan NAD
KOMPAS/ NELI TRIANA
Kilang Minyak Lepas Pantai.
Artikel Terkait:
Senin, 11 Februari 2008 | 16:37 WIB

JAKARTA, SENIN - Survey geologi dan geofisika kelautan yang dilakukan BPPT dan Bundesanspalp fur Geowissnschaften und Rohftoffe (BGR Jerman) di perairan barat Sumatra pasca gempa tsunami 26 Desember 2004 menemukan potensi hidrokarbon yang besar di daerah cekungan busur muka (fone arc basin) perairan timur laut Pulau Simuelue, Nanggroe Aceh Darussalam.

Menurut Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi SDA BPPT, Yusuf Surachman, jika melihat besarnya karbonet buildups yang ditemukan potensi hidrokarbon yang ada minimum mencapai 107,5 miliar barel dan maksimum 320,79 miliar barel. "Ini masih potensi karena belum tentu cekungan tersebut berisi minyak atau gas di dalamnya. Banyak faktor yang memengaruhi, bisa ketebalan sedimen di atasnya, adanya patahan akibat gempa, atau hal lainnya," kata dia.

Potensi hidrokarbon ini, seperti dikemukakan Kepala BPPT, Said D Jennie, di Jakarta, Senin (11/2), diketahui dengan ditemukannya struktur geologi yang berhubungan dengan keberadaan hidrokarbon, yaitu struktur depocente sebagai tempat produksi hidrokarbon, karbonet buildups sebagai reservoir serta bright spot yang mengindikasikan keberadaan gas.

Hal ini juga ditegaskan oleh ahli geologi perminyakan Andang Bachtiar bahwa temuan ini masih merupakan indikasi awal besarnya sumber daya migas di perut bumi Indonesia.

Untuk selanjutnya, BPPT telah menyiapkan satu kapal riset yang dilengkapi alat khusus steismik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan telah meminta kepada pemerintah untuk mengamankan daerah perairan barat Aceh tersebut.


C2-08

Lagi, Penjarahan Kayu di Kalbar

32.000 Kayu Log Disita
Senin, 11 Februari 2008 | 02:50 WIB

Pontianak, Kompas - Tim gabungan TNI, polisi, dan polisi kehutanan, Kamis (7/2), menyita 32.000 batang kayu bulat yang dibawa melintasi Sungai Kapuas di Kabupaten Sintang dan Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Kayu yang diduga hasil pembalakan liar itu dirangkai menjadi rakit dan ditarik 57 kapal motor.

Kayu-kayu bulat dari beragam jenis itu berdiameter 0,3-1 meter dengan panjang berkisar 8-10 meter. Sebanyak 800 orang, yang membawa kayu-kayu tanpa dokumen pengangkutan dan asal kayu itu, ditahan di atas rakit.

Komandan Komando Resor Militer (Korem) 121/Alambhana Wanawai Kolonel (Inf) Edi Susanto melalui Kepala Staf Korem 121/ABW Letnan Kolonel (Inf) Aminullah, Minggu (10/2) sore, mengatakan, penangkapan tersebut merupakan pengembangan dari penyitaan 2.500 batang kayu bulat ilegal dan 2.500 batang kayu olahan siap ekspor di Sungai Kapuas, Kabupaten Sintang, pertengahan hingga akhir Januari lalu. Jika dijumlah, hasil sitaan kayu ilegal selama dua bulan pertama tahun 2008 mencapai 34.500 batang kayu bulat dan 2.500 batang kayu olahan.

”Hasil penelusuran sementara, kayu berasal dari empat kecamatan di Kapuas Hulu, yakni Kecamatan Martinus, Mandai, Embaloh, dan Bunut, di luar kawasan HPH (hak pengelolaan hutan). Pembalakan liar dilakukan oleh masyarakat setempat,” kata Aminullah.

Penebangan itu dilakukan masyarakat saat membuka ladang pada musim kering. Pada musim hujan, kayu-kayu dihanyutkan ke Sungai Kapuas menggunakan rakit yang ditarik kapal motor. Rencananya kayu yang antara lain meranti, bengkirai, dan kapur itu akan dibawa ke Pontianak.

Ada 19 bentuk rakit kayu bulat yang disita, sembilan disita di Kabupaten Sintang dan sisanya disita di Kecamatan Semitau, Kabupaten Kapuas Hulu. Sebagai gambaran, tiap rakit kayu log memiliki lebar 50 meter dengan panjang 70-90 meter dan ditarik tiga kapal motor. Jika rakit-rakit disusun memanjang, dengan panjang rata-rata 80 meter tiap rakit, total panjang 19 rakit itu mencapai 1,5 kilometer. Adapun lebar Sungai Kapuas berkisar 300 meter. Jarak dari Pustussibau, Kapuas Hulu, ke Pontianak 814 kilometer.

Menurut Aminullah, penanganan hukum atas kasus tersebut selanjutnya diserahkan kepada Kepolisian Resor Kapuas Hulu dan Kepolisian Resor Sintang.

Kuota tebang

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah Anang Acil Rumbang di Palangkaraya, Sabtu, menyatakan, kuota tebang untuk Kalimantan Tengah tahun 2008 ditetapkan sebanyak 1,850 juta meter kubik.

Wilayah potensial tebangan antara lain Kabupaten Seruyan, Kotawaringin Timur, Katingan, Lamandau, Kapuas, dan Murung Raya. Kuota tebang itu untuk 62 perusahaan hak pengusahaan hutan di provinsi tersebut.

Adapun kuota tebang pada tahun 2007 hanya 850.000 meter kubik. (WHY/CAS)

Sabtu, 09 Februari 2008

Kapan Kasus Lapindo Tuntas???, Pemerintah Harusnya Adil !!!, Kasihan Rakyat...

Unjuk Rasa Korban Lumpur Ricuh, Polisi Terluka
Kompas/Saputra, Laksana Agung
Gas berikut lumpur menyembur dari tengah areal persawahan Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Senin (5/6). Areal sawah tersebut kini sudah menjadi lautan lumpur yang meluas hingga bahu Jalan Tol Surabaya-Gempol Kilometer 38. Untuk menahan laju lumpur, PT Lapindo Brantas membuat tanggul dari pasir dan batu.
Sabtu, 9 Februari 2008 | 14:26 WIB

Laporan Wartawan Kompas Antonius Ponco A

SIDOARJO,KOMPAS - Unjuk rasa yang dilakukan sekitar 5.000 korban lumpur Lapindo di Sidoarjo untuk menuntut ganti rugi secara tunai, Sabtu (9/2), berlangsung ricuh. Korban lumpur melempari 1.300 petugas polisi yang mengamankan unjuk rasa dengan bebatuan. Salah satu petugas polisi dari Kepolisian Resor Sidoarjo Bripka Suwady Nur bahkan terluka di dahinya setelah terkena lemparan batu.

Korban lumpur ini awalnya berunjuk rasa di Pendopo Kabupaten Sidoarjo, sekitar pukul 09.00. Kemudian mereka bergerak ke posko Gabungan Korban Lumpur Lapindo di Jalan Thamrin, Sidoarjo. Iring-iringan pengunjuk rasa yang menggunakan sepeda motor ini membuat macet ruas-ruas jalan utama di pusat kota Sidoarjo.

Setelah mereka semua berkumpul di posko, mereka bergerak ke lokasi peluncuran rumah yang ditawarkan PT Minarak Lapindo Jaya melalui pengembang perumahan PT Wahana Arta Raya (WAR) di kawasan Desa Jemundo, Kecamatan Taman, Sidoarjo. Nama perumahan ini adalah Kahuripan Nirwana Village.

Sepanjang perjalanan, petugas kepolisian dua kali mencegat mereka. Namun karena massa yang terlalu banyak dan mereka mendesak melihat peluncuran rumah oleh PT WAR, polisi akhirnya dengan terpaksa membolehkan mereka lewat. Polisi menghadang mereka karena khawatir korban lumpur ini bentrok dengan korban lumpur yang membeli rumah yang ditawarkan PT WAR.

Sampai akhirnya sekitar 100 meter dari lokasi lahan PT WAR, polisi kembali menghadang mereka dan meminta hanya perwakilan saja yang melihat lahan itu. Namun warga menolaknya dan kemudian mereka melempari batu kepada polisi yang menghadang. Di sinilah salah satu petugas polisi terluka dan dibawa ke RS Siti Khodijah, Sidoarjo.

Selang beberapa menit, perwakilan warga dan Kapolres Sidoarjo AKBP Adnas menenangkan warga. Warga tenang dan karena mereka tetap tidak dibolehkan masuk ke lahan PT WAR, mereka balik arah dan berunjuk rasa di DPRD Sidoarjo. Sekarang para pengunjuk rasa ini berada di DPRD Sidoarjo.

Salah satu perwakilan warga Khoirul Huda mengatakan, unjuk rasa ini terjadi karena Lapindo berlaku diskriminatif terhadap korban lumpur yang meminta ganti rugi tunai dengan korban yang mau membeli rumah PT War dengan sisa ganti rugi 80 persen.

"Mereka yang membeli rumah PT WAR sudah bisa menerima sisa ganti rugi 80 persen meskipun rumahnya belum bisa ditempati, sedangkan kami yang menuntut ganti rugi secara tunai baru akan menerima sisa ganti rugi mulai Bulan Mei nanti. Yang kami minta sikap diskriminatif ini harus dihentikan," kata Huda. (A13)


Antonius Ponco A

Rabu, 06 Februari 2008

Jangan Coba-coba Narkoba, Sekali Kena Sulit lepasnya

Sama Sulitnya, Lepas dari Ganja atau Rokok
gettyimages
Artikel Terkait:

* Beli Ganja, Lewat ATM Saja
* Komnas Anak Khawatirkan Iklan Rokok
* Vitamin Penting Bagi Para Perokok
* Label Peringatan Bungkus Rokok tak Efektif
* Merokok Picu Keinginan Bunuh Diri

Rabu, 6 Februari 2008 | 14:46 WIB

WASHINGTON, SELASA - Awalnya memang hanya mencoba-coba, tapi lama-lama bisa jadi ketagihan atau kecanduan. Itulah yang terjadi jika Anda mengenal beberapa benda yang bisa menyebabkan kecanduan seperti rokok, ganja atau pun narkoba.

Sekali menghisap tembakau atau ganja misalnya, Anda mungkin bisa merasakan efeknya. Padahal untuk melepaskan diri dari jerat kedua jenis candu ini tidaklah mudah. Sebuah penelitian mengungkapkan, melepaskan diri dari kecanduan ganja atau mariyuana sama sulitnya dengan menghentikan kebiasaan merokok tembakau.

Adalah peneliti dari Johns Hopkins University School of Medicine di Baltimore yang membuat kesimpulan ini setelah melakukan sebuah studi kecil yang melibatkan 12 orang dewasa pecandu berat ganja dan rokok. Dari penelitian terungkap bahwa seseorang yang menghentikan kebiasaan menghisap ganja akan mengalami sakaw atau gejala kemunduran (withdrawal symptoms) yang sama dengan orang yang berupaya menghentikan kebiasaan merokok

Seperti halnya gejala kemunduran pada nikotin, dari penelitian terlihat bahwa menghentikan ganja juga dapat menyebabkan seseorang mengalami masalah seperti emosi yang mudah meluap, cemas, susah tidur dan sulit berkonsentrasi.

"Beberapa orang mungkin akan membuat Anda yakin bahwa ganja tidaklah berbahaya," ungkap pimpinan riset Ryan Vandrey, seorang asister profesor dari bagian Psikiatri Johns Hopkins University School of Medicine

Namun, lanjut Vandery, sejumlah penelitian lain telah membuktikan bahwa fakta tentang "sindrom gejala kemunduran ganja" itu memang ada "Temuan ini memberikan bukti akan signifikansinya," tegas Vandrey.

Walau begitu, dari penelitian ini belum jelas apakah gejala kemunduran ganja akan menrintangi keberhasilan seseorang untuk sembuh atau lepas dari kecanduan. Tetapi Vandrey mengatakan bahwa survey sebelumnya terhadap pengguna ganja yang tengah menjalani terapi menunjukkan bahwa orang yang mengalami gejala kemunduran cenderung lebih sulit untuk sembuh.

Dalam riset yang dipublikasikan dalam jurnal Drug and Alcohol Dependence, ini Vandrey dan rekannya melibatkan para pecandu pria dan wanita yang menggunakan mariyuana setidaknya empat kali sehari dan merokok rata-rata 20 batang sehari. Tidak satu pun dari pecandu ini punya keinginan untuk berhenti atau melepaskan dari candu.

Vandrey dan timnya lalu meminta relawan pecandu ini untuk berhenti sementara dalam tiga periode berbeda masing-masing selama lima hari. Periode pertama, pecandu harus berhenti merokok, periode lainnya pecandu harus puasa dari ganja, dan peride terakhir para pecandu harus melupakan kedua jenis tersebut .

Dari pengamatan setiap kelompok secara keseluruhan, peneliti penemukan gejala kemunduran pada periode ganja sama parahnya dengan gejala kemunduran nikotin atau tembakau. Namun begitu, gejala kemunduran ini tidak mencapai titik terburuk ketika para pecandu harus puasa dari kedua jenis tersebut.

Penemuan ini, menurut Vandrey, seharusnya dapat membantu para pecandu berat ganja mendapatkan masukan tentang apa yang mereka bayangkan soal kata "kemunduran". Penelitian lain sejauh ini masih terus mencari cara untuk meringankan gejala ini misalnya pengobatan dengan menggunakan THC, bahan aktif dalam ganja.

Vandrey menambahkan pula, obat-obat tidur juga memiliki potensi menyembuhkan, karena buruknya kualitas tidur seringkali menjadi bagian dari kemunduran, meski sejauh ini belum diteliti lebih jauh.

AC

Selasa, 05 Februari 2008

Jonggol Diusulkan jadi Ibukota Indonesia


Kristianto Purnomo
Lalu lintas kendaraan bermotor macet total akibat banjir setinggi pinggang orang dewasa yang memutuskan Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (1/2). Hujan deras yang berlangsung sepanjang siang mengakibatkan banjir melanda beberapa wilayah di Jakarta
Rabu, 6 Februari 2008 | 08:53 WIB

JAKARTA, RABU-Mencermati kondisi Jakarta yang semakin semrawut dan terus terancam banjir, sudah saatnya pemerintah pusat memikirkan serius pemindahan pusat pemerintahan ke lokasi lain.

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR Mahfudz Siddiq, Rabu (6/2) pagi, di Jakarta, berpendapat, Jonggol menjadi alternatif menarik.

Usul Mahfudz, Jonggol dijadikan ibukota negara dan pusat pemerintahan dengan nama Jayakarta. Untuk itu, konsep tata-ruang diatur khusus dan diperlakukan secara ketat. Sementara Jakarta dibiarkan menjadi pusat bisnis.

Mahfudz juga mengusulkan, secara bersamaan dilakukan pengembangan konsep megapolitan dgn perencanaan terpadu bersama kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopuncur) di bawah koordinasi badan khusus yang menggarap proyek jangka panjang tersebut. (DIK)


Sidik Pramono
komentar anda

539.000 Hektar Lahan Sawit, Karet, dan Kakao Direhabilitasi



Artikel Terkait:
Rabu, 6 Februari 2008 | 12:09 WIB

Laporan Wartawan Kompas Hermas Effendi Prabowo

JAKARTA, RABU - Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian tahun 2008 menargetkan perluasan, peremajaan, dan rehabilitasi tanaman sawit, karet, dan kakao. Kebijakan itu ditempuh agar produksi dan produktivitas tiga komoditas yang paling populer harga jualnya saat ini meningkat.

Menurut Dirjen Perkebunan Achmad Mangga Barani, Rabu (6/2) kegiatan perluasan lahan tanaman kelapa sawit tahun ini ditargetkan mencapai 350.000 hektar, karet (15.000 ha), dan kakao (29.000 ha). Peremajaan tanaman sawit seluas 50.000 ha, karet 70.000 ha, dan kakao 15.000 ha.

Sedangkan rehabilitasi hanya diperuntukkan bagi tanaman kakao seluas 10.000 ha. "Kegiatan peremajaan, perluasan, dan rehabilitasi lebih banyak dilekukan oleh swasta. Dana yang dipakai merupakan dana pernakkan," katanya.

Terkait kegiatan revitalisasi tiga tanaman utama perkebunan itu, pemerintah melakukan berbagai kegiatan seperti merekruit dan melatih tenaga kontrak pendamping, rehabilitasi sarana dan prasarana revitalisasi, serta pengawalan dan pelaporan pelaksanaan revitalisasi.


Hermas Effendi Prabowo

Pemerintah Lirik Lagi Perkebunan Kapas dan Kelapa

Pemerintah Lirik Lagi Perkebunan Kapas dan Kelapa
Selasa, 05 Pebruari 2008 | 19:51 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:

Pemerintah akan kembali megembangkan perkebunan kapas dan kelapa yang sudah lama ditinggalkan. Direktur Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian, Ahmad Mangga Barani, mengatakan lahan kapas yang akan dikembangkan mencapai 20 ribu hektar dan 5000 hektar untuk lahan kelapa.

"Prospek komoditi ini ke depan akan bagus," kata dia di Jakarta hari ini. Pengembangan areal perkebunan kapas itu akan diterapkan di tujuh provinsi dengan target produksi 1,5 ton per hektar. Produksi kapas Indonesia saat ini masih sedikit, yaitu 5.000 ton per tahun.

"Sementara impor kapas kita 500 ribu ton," Ahmad. Selain itu, kata dia, pemerintah akan mengembangkan 300 hektar lahan untuk lada dan 30 hektar untuk perkebunan kina. Dalam rencana pengembangan itu juga mencakup tiga paket integrasi perkebunan dan peternakan. Satu paket itu terdiri dari 500 ekor sapi.

GABRIEL WAHYU TITIYOGA

Yang disemprot Warna Jangan Hanya Penumpang Saja, Petugas Yang 'Ngentit' Juga.

Nekat Naik Atap KRL, Siap-siap Disemprot
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Meski duduk di atas gerbong kereta api cukup berbahaya, puluhan penumpang nyaris tiap hari terlihat duduk di atas gerbong kereta api yang melaju antara Stasiun Tanah Abang-Rangkas Bitung. Peringatan petugas tak digubris, adapun kedisiplinan penumpang juga sangat kurang. Faktor lain, jumlah kursi duduk di dalam gerbong tak sebanding dengan jumlah penumpang.
Artikel Terkait:
Rabu, 6 Februari 2008 | 06:52 WIB

WARTA KOTA, RABU - Para penumpang kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek yang sering naik di atap sebaiknya menghentikan kebiasaannya mulai hari Rabu (6/2) ini. Pasalnya, petugas PT Kereta Api (KA) akan menyemprot siapa pun yang naik di atas atap dan kabin masinis dengan cairan berwarna yang sulit hilang di pakaian.

Empat alat penyemprot yang biasa digunakan petani untuk menyemprot hama akan disiagakan di empat stasiun, yakni Stasiun Bekasi, Stasiun Jatinegara, Stasiun KA Serpong, dan Stasiun Manggarai.

Kepala Humas PT KA Daop I Jakarta, Akhmad Sujadi mengatakan, dengan disemprot cairan berwarna, para penumpang dipastikan batal bekerja atau sekolah lantaran bajunya basah dan kotor. "Besok (hari ini) kita gladi bersih dengan menyemprot penumpang beneran, sedangkan praktiknya akan dimulai hari Senin (11/2)," ujar Sujadi.

Sebelumnya, para penumpang akan diberi peringatan pada tiga stasiun sebelum disemprot. Cairan yang digunakan adalah campuran air dengan pewarna makanan, di antaranya pewarna hijau, merah, dan biru. Sujadi menjelaskan, para pelanggar tersebut kemudian akan ditangkap, mengisi tilang, dan kartu identitasnya (KTP) ditahan. "Mereka juga diambil fotonya dan diminta nomor telepon. Jadi kalau dia melanggar lagi, kita bisa tahu," tandasnya.

Bukti tilang itu akan dibuat rangkap tiga. Lembar pertama untuk si penumpang, lembar kedua untuk arsip, dan lembar ketiga akan dikirim ke instansi tempatnya bekerja. Sedangkan kartu identitas mereka, yakni KTP atau SIM akan disita hingga yang bersangkutan bisa menyatakan tidak akan mengulangi lagi.

Mengenai kemungkinan adanya perlawanan dari para penumpang, PT KA mempersiapkan sekitar 600 personel dalam kegiatan ini. "Petugas kita akan lebih banyak dibanding mereka. Jadi mereka tidak akan bisa melawan," ujar Sujadi.

Alat penyemprot juga akan dipindah ke stasiun lain, misalnya dari Stasiun Manggarai ke Stasiun Juanda pada sore hari. Tidak tertutup kemungkinan alat penyemprot juga akan ditambah. Kegiatan ini adalah bagian dari kegiatan Bulan Tertib Berkereta Api 2008 yang akan dimulai Senin (11/2) hingga Senin (10/3) mendatang. Para kepala stasiun akan menjadi juru kampanye bulan tertib ini.

Selain penyemprotan, PT KA juga akan mengumumkan di dalam gerbong kereta dan di stasiun, menempel spanduk, brosur dan sosialisasi lain untuk ketertiban penumpang kereta. Dengan adanya bulan tertib ini, PT KA juga akan mendapatkan berapa jumlah penumpang KA Jabodetabek yang sebenarnya. Bulan tertib ini juga akan menekan angka kecelakaan yang sering terjadi. Pada 2007 sebanyak 26 orang tewas akibat kesetrum dan jatuh dari atap kereta. (Warta Kota/m1)