Minggu, 24 April 2011

Hantu Chernobyl Di Fukushima

  • JEPANG
    Hantu Chernobyl di Fukushima

    MINIVAN putih itu merayap hati-hati di sepanjang jalan Kota Namie. Penumpangnya, Seiko Nikaido, 35 tahun, dan ibunya Eiko, 73 tahun, memakai masker wajah serta sarung tangan putih. Mereka gugup menghindari pemeriksaan polisi. Misi mereka berkendaraan hingga ke rumah di tengah kota yang nyaris mati itu. Keduanya ingin pulang. Seiko ingin memungut secuil kehidupan yang mungkin tersisa akibat gempa dan tsunami sebulan lalu.

    "Saya takut dengan udara di sini," kata Seiko. "Tapi kami harus kembali mengambil beberapa barang." Seiko dan ibunya sudah dievakuasi setelah bencana meluluhlantakkan desa mereka di dekat Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi. Kedua perempuan ini harus mengungsi dari rumah mereka sendiri.

    Mereka tahu situasi di kampung halaman memburuk dari hari ke hari. Sejam sebelumnya, para pejabat pengawas nuklir Jepang meningkatkan skala krisis nuklir di PLTN Fukushima Daiichi ke tingkat maksimum berdasarkan standar internasional. Ini berarti krisis nuklir di sana setara dengan bencana nuklir di Chernobyl, Ukraina, pada 1986.

    Otoritas nuklir Jepang menaikkan skala bahaya nuklir dari 5 menjadi 7 setelah mempelajari hasil pemantauan kebocoran radiasi terbaru di sekitar kompleks PLTN tersebut. "Keputusan akhirnya kami ambil setelah melihat dan melakukan pemeriksaan silang dua data yang diperoleh dengan cara berbeda," ujar juru bicara Badan Keselamatan Nuklir dan Industri Jepang (NISA), Hidehiko Nishiyama, Selasa pekan lalu.

    Dua otoritas nuklir Jepang, yakni NISA dan Dewan Keamanan Nuklir Jepang (NSC), mengukur tingkat radiasi dua material radioaktif, yakni iodin-131 dan cesium-137, dengan metode masing-masing. Hasil pengukuran menunjukkan jumlah radiasi total iodin-131 sejak krisis terjadi sebulan lalu mencapai 500 ribu terabecquerel atau 500 ribu triliun becquerel. Jumlah itu melampaui batas minimum syarat ditetapkannya level 7 pada International Nuclear and Radiological Event Scale (INES), yang hanya berkisar pada puluhan ribu terabecquerel.

    Sekretaris Kabinet Yukio Edano mengumumkan jangkauan zona aman radiasi meluas dari 20 menjadi 40 kilometer dari pembangkit. Daerah Katsuraomura, Namiemachi, dan Iitatemura serta sebagian Kawamatamachi dan Minami-Soma menjadi zona merah. Sekitar 130 ribu jiwa yang tinggal dalam zona ini harus dievakuasi dalam waktu satu bulan.

    Pemerintah Jepang memang khawatir Fukushima akan menjadi kuburan massal seperti Chernobyl. Ketika itu 50 petugas penyelamat tewas terkena radiasi akut dan penyakit terkait. Empat ribu anak dan remaja terkena kanker tiroid, sembilan di antaranya meninggal. Lebih dari 100 ribu orang dievakuasi dan jumlah pengungsi dari daerah yang terkontaminasi akhirnya mencapai 350 ribu.

    Namun seorang pejabat senior Badan Energi Atom Internasional mengatakan, meski naik ke level tertinggi, kecelakaan nuklir Fukushima tidak berarti sebanding dengan Chernobyl. "Ini kecelakaan yang sama sekali berbeda," kata Denis Flory dalam konferensi pers Rabu pekan lalu. Dia mengatakan tingkat radiasi di Chernobyl pada 1986 jauh lebih tinggi.

    Nikaido tahu pemerintah telah memperluas zona radiasi berbahaya di sekitar pabrik nuklir. Aturan mendekati wilayah terkontaminasi semakin ketat. Tapi beberapa pengungsi ingin kembali ke rumah mereka segera sebelum wilayah itu disegel.

    Sebagian besar warga mengeluhkan simpang-siurnya rencana evakuasi. Minami-Soma, yang sebelumnya tergolong aman, tiba-tiba masuk kategori berisiko terkena radiasi. "Pemerintah pusat tidak memberi kami informasi. Kami harus segera mencari tahu di mana batas amannya," kata pejabat SAR setempat.

    Tokyo Electric Power Co (Tepco), operator pembangkit listrik Jepang, mengatakan telah menyiapkan kompensasi untuk mereka yang terkena dampak krisis. Sebuah skema kompensasi disiapkan. Tepco berencana menggelontorkan 2-3,8 triliun yen atau sekitar US$ 24-45 miliar.

    "Tanggung jawab terbesar saya adalah mengatasi situasi di pembangkit, mendukung orang yang telah dievakuasi, dan memastikan kami menyediakan listrik dengan mengatasi kekurangan pasokan sesegera mungkin," kata Presiden Tepco Masataka Shimizu, yang menolak mundur.

    Ninin Damayanti (Yomiuri Shimbun, Guardian, Reuters, AP)