Rabu, 09 Januari 2008 | 00:02 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta:Kesejahteraan tenaga kerja Indonesia yang bekerja pada sektor sektor informal di Malaysia tampaknya belum bakal meningkat. Sebab, sampai saat ini pemerintah Malaysia masih menolak proposal dari Indonesia untuk menetapkan upah minimum bagi tenaga kerja di sektor informal.
“Karena mereka tidak mengenal sistem upah minimum,” kata Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda seusai menyampaikan pidato tahunan di kantornya, Selasa. Alhasil, kata dia, upah yang diterima TKI hanya berdasarkan negosiasi dengan pihak majikan.
Ini sesuai dengan mekanisme pasar. Akibatnya, posisi para tenaga kerja Indonesia yang bekerja di bidang konstruksi, perkebunan, dan pembantu rumah tangga itu sangat lemah dan rentan terhadap pelbagai penyelewengan. Mekanisme pasar inilah yang membuat pendapatan TKI lebih rendah ketimbang tenaga kerja dari negara lain yang lebih terampil.
Selain upah, Hassan melanjutkan, TKI di sektor informal juga masih sulit memperoleh perlindungan soal hak-hak mereka, seperti jam kerja dan perlakuan kasar dari majikan. Karena itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan membicarakan hal ini dalam pertemuan informal tahunan dengan Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi di Kuala Lumpur, Malaysia, mulai lusa.
Isu lain yang akan dibahas dalam pertemuan itu, kata Hassan, adalah masalah perbatasan dan perlindungan warga negara. “Isu-isu yang mengganggu hubungan bilateral pasti akan dibicarakan,” katanya.
Namun, isu-isu lain yang sempat memanaskan hubungan kedua negara, seperti klaim Malaysia terhadap sejumlah kesenian dan budaya milik Indonesia, Hassan menegaskan pemerintah tidak berencana menyampaikan keberatan. Faisal Assegaf |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar