Minggu, 06 Januari 2008

Menhut Janjikan Insentif pada Masyarakat Yang Tanam Pohon

Surabaya (ANTARA News) - Menteri Kehutanan MS Ka`ban menjanjikan insentif bagi masyarakat yang mau menanam pohon untuk "menghutankan" kembali titik-titik rawan, khususnya 5.400 lahan kritis sepanjang Pulau Jawa.

"Saya akan usulkan insentif itu kepada presiden agar dapat menjadi kebijakan di masa datang," katanya, didampingi Ketua Umum PP GP Ansor, H Saifullah Yusuf (Gus Ipul), dalam temu pers di Surabaya, Sabtu malam.

Dalam pertemuan yang juga dihadiri Ketua PWI Jatim, Dhimam Abror, dan pimpinan media massa di Surabaya itu, ia mengatakan dana untuk pemberian insentif itu masih akan dirumuskan.

"Bisa saja dana datang dari pusat, tetapi juga dari pemerintah daetrah serta industri yang selama ini membuang karbon (asap). Biarlah, usulan menjadi wacana publik terlebih dulu sebelum dirumuskan," katanya.

Menurut Ketua Umum DPP PBB itu, alternatif lain yang dapat dirumuskan adalah kemungkinan lahan kritis itu dibeli negara dan masyarakat yang bermukim di lahan-lahan kritis itu dapat direlokasi ke kawasan lain.

"Yang jelas, bencana alam yang terjadi merupakan dampak dari penebangan pohon secara liar. Kalau tidak ada upaya sistematis untuk mencegah, maka bencana alam akan lebih besar lagi," katanya.

Apalagi, katanya, banyak kalangan memperkirakan bahwa curah hujan yang terjadi saat ini masih bersifat "pembukaan" dan akan semakin lebat mulai pertengahan Januari hingga Februari.

"Karena itu, saya mengajak masyarakat seperti kader-kader Ansor untuk mengubah cara berpikir dari menanam jagung dengan menanam pohon, karena jagung hanya menguntungkan dalam jangka pendek, sedangkan pohon akan menguntungkan masa depan," katanya.


Stempel Malaysia

Dalam kesempatan itu, Menhut MS Ka`ban mengakui banyak kayu dari Indonesia yang lolos ke luar negeri karena berstempel Malaysia, kemudian kayu "legal" itu dijual ke negara lain.

"Oknum dari Malaysia itu mungkin hanya membeli Rp4 juta, tapi setelah dilegalkan dapat dijual ke negara lain dengan nilai jual hingga 1.200 dolar AS, kemudian negara pembeli mengelola dengan teknologi hingga akhirnya dapat dijual dengan harga 3.000 dolar AS lebih," katanya.

Namun, katanya, hal itu sudah banyak berkurang dengan bantuan kalangan pers. "Di era Orde Baru, angka perambahan hutan mencapai 1,8 juta hektar per-tahun, kemudian di era reformasi meningkat menjadi 2,8 juta hektar per-tahun," katanya.

Saat ini, katanya, kondisinya sudah lebih baik lagi tinggal 1,08 juta hektar per-tahun. "Saya harapkan hutan kita dalam lima tahun ke depan akan menjadi lebih baik dari masa lalu," katanya.

Tentang kasus "illegal logging" yang dilakukan industri besar, ia mengatakan kondisinya saat ini juga sudah membaik, karena tahun 2004-2005 tercatat 7.000 kasus, tapi tahun 2006 hanya 969 kasus dan tahun 2007 tinggal 324 kasus.

"Semuanya telah dan akan membuat hutan kita semakin baik. Untuk Perum Perhutani, pemerintah sudah mentargetkan seluruh kawasan Perum Perhutani pada tahun 2010 sudah tertanami pohon," katanya. (*)

Tidak ada komentar: