Selasa, 08 Januari 2008

MUI Dibubarkan, Logika Berfikir Gus Dur Kacau



Oleh : Redaksi 04 Jan 2008 - 3:46 am

imageimageKetua Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin menilai pandangan Mantan Presiden RI, KH Abdurrahman Wahid yang populer dengan panggilan Gus Dur terhadap MUI tidak berdasarkan logika yang sehat.

"Logika Gus Dur itu logika kacau, " katanya menanggapi adanya desakan dari Gus Dur yang menghendaki MUI dibubarkan.

Sebelumnya, Abdurrahman Wahid menyorot kritis kiprah Majelis Ulama Indonesia yang menurutnya antara lain suka membuat fatwa sesat, sehingga ia mengusulkan pembubaran atas lembaga itu. "Jadi bubarkan saja Majelis Ulama Islam (MUI), karena dia bukan satu-satunya lembaga kok. Masih banyak lembaga lain seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah. Jadi jangan gegabah keluarkan pendapat, "ujar Gus Dur ketika itu.

Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, ini merujuk contoh pada kasus Ahmadiyah. Sebaiknya, menurut Gus Dur, MUI tidak menggunakan kata sesat, karena Undang Undang Dasar (UUD) telah mengatur kebebasan berbicara dan kemerdekaan berpendapat. "Kita bukan negara Islam tapi nasionalis, " tandanya.

Secara tegas Ma'ruf Amin membantah tudingan Gus Dur, khususnya terkait dengan pandangan sesat terhadap Ahmadiyah, dan tudingan yang mengatakan MUI memicu timbulnya radikalisme dan fundamentalisme.

Menurut Ma'ruf Amin, Gus Dur itu salah baca terhadap peran MUI. Di mana, MUI selama ini memang merupakan sebuah forum berhimpun yang di dalamnya berkumpul sejumlah ormas Islam, kalangan ulama, zuama, cendekiawan Islam, dan keberadaannya untuk memagari agama Islam dari radikalisme, sekularisme, dan fundamentalisme. "Karena itu logika Gus Dur, jelas-jelas kacau dalam memandang MUI, " tegasnya.

Ma'ruf Amin juga melihat Gus Dur tidak memahami eksistensi Ahmadiyah. Di seluruh dunia Ahmadiyah sudah dianggap sesat. Bahkan forum Organisasi Konferensi Islam (OKI) pun sudah menempatkan Ahmadiyah bukan bagian dari Islam. Begitu juga di negara asalnya, Pakistan, Ahmadiyah jelas-jelas bukan Islam.

Karena itu kalau MUI memfatwakan Ahmadiyah sesat itu bukan mengada-ada. Justru akan mengada-ada kalau MUI membolehkan Ahmadiyah.

Ma'ruf Amin mengatakan selama ini MUI selalu menempatkan diri berada di tengah. Artinya, MUI betul-betul menjadi organisasi moderat, tetapi seringkali disalah artikan. Di mata sekularis dan liberalis, MUI dicap fundamentalis. Sementara di kalangan fundamentalis, MUI dicap sebagai liberalis. "Tugas MUI utamanya adalah mengawal agar umat Islam tidak terjerumus ke ajaran yang sesat, dan konsekuensi itu harus diterima, " katanya. (novel/eramuslim)

MUI Beda dengan Ormas Islam
Keberadaan MUI bukanlah sebagai ormas Islam seperti organisasi massa Islam lainnya. Majelis Ulama Indonesia adalah sebuah forum yang anggota-anggotanya terdiri dari ormas Islam, zuama, ulama, dan cendekiawan muslim.

Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) HM Ichwan Sam menanggapi pertanyaan yang dilontarkan ke publik oleh Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siroj yang mempertanyakan status Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Kalau ormas, mana massanya. Kalau sebagai semacam majelis fatwa, tapi kok terlalu lebar dan besar perannya, "ungkapnya, di Jakarta.

Menurutnya, peran MUI terasa semakin dirasakan pada saat munculnya sejumlah aliran 'sesat' yang marak berkembangan di tanah air belakangan ini. MUI dengan keputusannya secara tegas mengeluarkan 'fatwa sesat' terhadap sebuah aliran yang dinilai menyimpang.

Tak hanya kepada aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah pimpinan Ahmad Moshaddeq yang difatwa sesat beberapa waktu lalu lanjutnya, tetapi juga kepada beberapa paham, ajaran atau aliran yang dianggap diluar dari kebiasaan.

Karena itu, Ichwan menyebutkan keberadaan MUI itu tidak mungkin disamakan dengan ormas lainnya. MUI di dalamnya terkumpul tokoh-tokoh Islam mulai dari pengurus ormas Islam, pimpinan pondok pesantren, maupun kalangan cendekiawan muslim.

Selain itu, Ia menyatakan, keberadaan MUI yang berfungsi sebagai lembaga fatwa, harus melalui suatu proses pengkajian yang serius dari sejumlah orang, sehingga memperoleh kesepakatan bersama, bukan hasil pengamatan perorangan saja.

Namun, Ichwan menambahkan, apabila status MUI tidak diperjelas dan perannya tidak dibatasi, terutama berkaitan dengan begitu mudahnya mengeluarkan fatwa sesat suatu aliran, maka dikhawatrikan keberadaannya akan semakin melebar dan menyentuh wilayah aliran kebathinan yang jumlahnya sangat besar.

"Bisa-bisa melebar ke aliran kebatinan dan difatwa sesat juga. Padahal, jumlah aliran kebatinan di Indonesia ini ada 320 aliran, "imbuhnya.(novel/eramuslim)

Tidak ada komentar: